Kamis, 03 Desember 2015

Indang Pariaman : Sebuah warisan budaya anak nagari yang mulai hilang


Begitu banyak kesenian tradisional yang mulai hilang dan tergantikan dimasa kini. Remaja lebih menikmati belajar dan bermain musik modern dibandingkan dengan mempelajari dan menampilkan atraksi budaya. Disekolah-sekolah formal tidak lagi diajarkan dan dipertontonkan ragam tari tradisional, kesenian minang dan penampilan bakat anak-anak sudah mulai berkurang dan tergantikan dengan kebanggaan para guru dan orang tua ketika anak mereka menguasai sebuah teknologi. Hal ini membuat penulis cukup khawatir jika suatu saat nanti sebuah identitas budaya asli tak lagi dikenali oleh anak negeri sendiri.
Dalam wikipedia Indonesia, penulis mendapatkan informasi bahwa Indang adalah alat kesenian tradisional tepuk yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Alat kesenian Indang ini disebut juga Ripai, Bentuknya sama dengan rebana, tetapi ukurannya lebih kecil, garis tengahnya sekitar 18 sampai 25 cm dan tingginya 4,5 cm. Seperti juga rebana , alat kesenian Indang ini juga berasal dari Arab dan kesenian yang dimainkan memakai Indang ini adalah kesenian bernafaskan Islam.
Pada zaman dahulu pada setiap nagari di Pariaman punya grup Indang sendiri. Menurut kepercayaan yang ada setiap kelompok Indang ini mempunyai apa yang disebut Sipatuang Sirah yaitu kelompok orang tua yang mempunyai kekuatan gaib untuk menjaga keselamatan grupnya dari kekuatan luar yang dapat menghancurkan kelompok lain.
Hasil gambar untuk indang
Dalam hal pemilihan waktu, permainan Indang ini terkenal pula dengan istilah Indang naik dan Indang turun. Istilah Indang naik dan Indang turun ini sudah memasyarakat di Pariaman, bila permainan Indang memasuki hari pertama, maka mulainya permainan dilakukan pada tengah malam antara jam 11 dan 12 malam. Tetapi bila permainan memasuki hari kedua, maka mulainya adalah senja hari sehabis shalat Maghrib.
Kesenian Indang ini lahir dan berkembang disurau-surau yang dimainkan sesudah mengaji. Isi dari nyanyian yang dilakukan adalah tentang pengajaran agama, oleh sebab itu sifatnya adalah dakwah dan pemainnya adalah pemuda-pemuda yang menuntut pengetahuan agama. Tetapi dalam perkembangan berikutnya pusat aktifitas permainan Indang berubah dari surau keluar surau yaitu ketempat sasaran yang disebut laga-laga, sejenis pentas yang tidak diberi dinding sehingga penonton dapat melihat dari segala penjuru.
Dalam masyarakat Pariaman, gendang rebana dikenal disebut gendang Rapa’i – merujuk nama pencipta tari indang. Gendang Rapa’i tidak hanya menjadi properti pementasan. Gendang kecil yang terbuat dari kulit kambing ini juga menjadi salah satu elemen musik yang penting dalam setiap pementasan tari indang.
Selain alunan rampak yang bersumber dari gendang Rapa’i, musik yang mengiringi tari indang juga diperkaya oleh alunan yang bersumber dari suara marwas, perkusi, kecrek, dan biola. Selain itu, sepanjang pementasan tari indang, akan ada seorang syekh yang melantunkan syair-syair bernuansa islami yang intinya mengajarkan kebaikan, menghormati nabinya, dan patuh kepada perintah tuhan.
Tari indang tidak hanya dipentaskan saat upacara tabuik. Tari ini pun sering dipentaskan pada berbagai acara lain, seperti acara penyambutan tamu agung, pengangkatan penghulu di suatu desa, atau acara festival budaya. Tari indang merupakan salah satu kekayaan kebudayaan nusantara. Tari ini merepresentasikan masyarakat Pariaman yang bersahaja, saling menghormati, dan patuh kepada perintah tuhan sesuai dengan budaya Melayu.

Semoga kesenian ini tumbuh dan kembali berkembang serta tak terkikis oleh kemajuan zaman.
Semoga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar