GEORGE LUCAKS : Kapitalisme Tahap Akhir
Georg Lukacs mengajarkan
tentang kesadaran kelas dan reifikasi. Ia menolak determinisme ekonomi marxisme
ortodoks dan menekankan peranan kesadaran kelas proletariat sebagai subyek
dialektika sejarah.
Kelas dan Kesadaran Kelas
Proletariat adalah suatu realitas konkrit
yang sering dikatakan sebagai kelas yang dipersiapkan oleh sejarah untuk
mengatasi kaum borjuis. Namun dalam peranannya proletariat memiliki dua cermin
yaitu ia sebagai sistem produksi kapitalis dan sebagai kelas bawah, di mana
proletariat langsung merasakan segi-segi negatif masyarakat borjuis. Maka oleh
karenanya proletariat memiliki kecenderungan objektif untuk memberontak
terhadap masyarakat borjuis.
Menurut Lukacs, proletariat adalah subjek
objek identik dengan proses sejarah. Ia adalah subjek pertama dalam sejarah
yang mampu membentuk kesadaran sosial objektif yang sesuai. Ini merupakan suatu
kesatuan antara pengertian tentang realitas sosial dan realitas sosial itu
sendiri. Proletariat selain menjadi objek juga sekaligus menjadi subjek. Di
satu pihak ia berpartisipasi dalam rasionalitas perekonomian kapitalis tetapi
di lain pihak ia merasakan irasionalitasnya. Ia adalah hasil perkembangan
sejarah, perkembangan yang mendukung kapitalisme dan ia juga yang akan
meneruskan sejarah yang secara sadar membongkar masyarakat borjuis dan
menciptakan masyarakat sosialis. Dengan demikian, kesatuan teori dan praxis
tercipta .
Proletariat adalah suatu ekspresi sejarah
yang semakin mematang menuju transformasi akhir dan juga suatu kesadaran
teoritis dari subyek sejarah. Proletariat itu diistimewakan oleh sejarah, tidak
hanya dalam hal meraih posisi objektif untuk memberontak secara radikal yang
dikemudian hari mampu meruntuhkan pembagian kelas, eksploitasi, konflik sosial,
dan pemisahan individu dari kehidupan sosial, alienasi, kesadaran palsu dan
ketergantungan manusiawi dalam kekuatan historis intersubyektif. Dalam
kecenderungan ini semua kenyataan total dihadirkan dalam pergerakan
revolusioner. Kesadaran diri proletariat berkaitan dengan kesadaran sejarah
sebagai keseluruhan dalam proses yang semakin menjadikannya matang . Dalam hal
ini teori dan praxis bukanlah dua hal yang berbeda melainkan satu dan merupakan
fenomena yang sama.
Reifikasi
Menurut Lukacs, dengan berpatok pada
pemahaman fetisisme Marx, telah terjadi reifikasi dalam realitas masyarakat.
Istilah reifikasi menunjuk pada apa yang sebenarnya merupakan hubungan
antar-manusia bebas kelihatan seperti hubungan antar-benda, jadi sebagai suatu
kenyataan objektif. Kekhasan masyarakat borjuis adalah bahwa semua hubungan
antar-manusia dikuasai oleh hukum pasar. Dalam kapitalisme segala sesuatu,
termasuk hubungan antar-manusia, dimengerti sebagai bentuk komoditi, barang
untuk diperjual-belikan. Komoditi dan seluruh proses jual-beli ditentukan oleh
hukum-hukum objektif pasar yang menurut paham kapitalisme bersifat ‘alami’ dan
‘rasional’ dan karena itu ‘abadi’. Begitu pula masyarakat borjuis memandang
segala macam hubungan antar-manusia, jadi struktur-struktur ekonomis, sosial,
politis dan budaya masyarakat kapitalis sebagai pola kehidupan bersama manusia
yang paling alami dan rasional. Padahal kekuasaan menyeluruh bentuk komoditi
itu merupakan hasil sebuah proses sejarah hasil manusia.
Kegiatan manusia dalam berkerja bukan lagi
milik pribadi yang ada sesuai minatnya. Manusia dengan begitu menjadi
teralienasi dan proses tidak secara langsung mereka miliki dan kuasai. Mereka
sepertinya menjadi tersebar dalam spesifikasi yang diberikan dalam perkerjaan.
Misalkan saja seorang yang berkerja di pabrik rokok. Ada orang yang hanya fokus berkerja melinting
rokok tersebut. Ia tidak tahu keseluruhan proses dan hanya dengan mengikuti
saja apa yang diberikan oleh pabrik. Ia hanya mengambil bagian dalam sistem
produksi saja. Keberadaannya hanya ada dalam partikularitas pabrik. Ini oleh
Lukacs telah menyingkirkan kedalaman diri manusia di mana manusia itu juga
memiliki minat, inisiatif, kreatifitas, dan kepribadian . Oleh masyarakat
kapitalis, hal seperti ini tidak menjadi bagian yang dipikirkan melainkan hal
yang mengganggu sistem produksi.
Marx memahami bahwa komoditi merupakan fetis
yang dianggap memiliki kekuatan mutlak atas semua proses kehidupan masyarakat
sedangkan Lukacs melihatnya lebih jauh bahwa hubungan antar manusia juga
diberhalakan dalam bentuk komoditi atau dengan kata lain direifikasi. Dengan
demikian hubungan antar-manusia dipahami sebagai hukum pertumbuhan komoditi.
Hukum tersebut dianggap alami, objektif, dan rasional dalam masyarakat
kapitalis. Dengan demikian hubungan antar-manusia tidak lagi ditentukan oleh
cita-cita pribadi, persahabatan, perhatian intelektual, kesamaan minat, atau
oleh minat untuk berkomunikasi, melainkan oleh hukum pasar.
MAX HORKHEIMER dan
THEODOR ADORNO tentang Masyarakat Kapitalis Tahap Maju
Horkheimer dan Adorno adalah filsuf generasi
pertama Mazhab
Frankfurt bersama dengan Walter Benjamin, Jürgen
Habermas, dan lain-lain. Adorno dan Horkheimer menjelaskan
sejarah dominasi ini tidak lagi berdasarkan hubungan produksi, atau hubungan
ketegangan antara pemilik modal (kapitalis) dengan kaum buruh (proletar). Jika membaca
Das Kapital, jelas Marx menganalisa berdasarkan pola-pola produksi. Namun, bila
membaca Dialektik der aufklarung, Adorno dan Horkheimer, tidak menuruti analisa
Marx tersebut. Mereka meninjau sampai pada dorongan-dorongan psikologi manusia.
Jadi, jiwa manusia memang sudah punya kecenderungan untuk menindas manusia
lain, dan ini selari seperti yang diujarkan Nietzsche, sang filsuf aneh itu,
der Wille zur Macht (kehendak untuk berkuasa).
Jadi kritik Adorno dan Horkheimer tidak lagi atas kritik hak
milik. Sebab, hakikatnya ini bukan lagi masalah hak milik, tapi telah melampaui
kesadaran manusia itu. Maka, kritik ditujukan pada kesadaran, bukan pada
produksi. Menurut mereka rasio itu dipandang sebagai alat penguasaan manusia ke
atas manusia yang lain. Di sini yang menarik, bagaimana mereka berdua
menjelaskan kecenderungan terhadap rasio, mereka mengakui bahawa manusia
menguasai alam, dan kemampuan ini lahir dari bantuan konsep-konsep (Begriffen),
yang menata alam itu. Jadi, manusia dikenal dari piawai yang ditentukannya
sendiri
Antara subjek yang menguasai, dan objek yang dikuasai, di
situ ada dialektika. Adorno dan Horkheimer menyatakan bahawa, “manusia membayar
kekuasaannya dengan rasa keterasingan dirinya dari apa yang dikuasainya.”
Maksudnya, berkat rasio, manusia kemudiannya dapat menguasai alam ini. Namun,
malangnya, manusia akhirnya mengalami keterasingan dari realita, dan mengalami
pemisahan antara subjek dan objek. Jadi, pemisahan ini berlaku untuk tujuan
menguasai.
Ketika itu, manusia memang masih bersatu dengan alam, belum
ada jarak dan pemisahan pada zaman mitologis. Namun, pada zaman Aufklarung,
jarak antara subjek dan objek itu mula berlaku, dan mula jelas. Lalu, manusia
mula melihat alam sebagai sesuatu yang asing, sesuatu yang di luar dirinya.
Alam ini diselidiki, dimiliki, dikuasi, dimanipulasi, diekspoloitasi, dan
akhirnya menjadi bahagian yang bukan dari manusia. Kini, atas nama pencerahan,
manusia berdiri sebagai subjek yang lebih berkuasa, dan dengan demikian
mahu/telah menundukkan alam sebagai objek. Ternyata, pada akhirnya berkat
rasio, manusia tampil sebagai pemenang. Manusia jadi hebat, dan alam telah kalah.
Adorno dan Horkheimer mengungkapkan lagi, bahawa Aufklarung difahami oleh
mereka adalah sebagai ikhtihar manusia untuk menguasai berkat keberadaan rasio.
Pokoknya, segala usaha manusia untuk menjadikan dirinya hebat atas alam, itu
dilakukan dengan menggunakan rasio.
Kemudian, dalam proses manusia menjadi diri penguasa atas
alam, maka ilmu berkembang menjadi positif. Lalu, positivisme mendapat tempat,
di mana hanya ilmu yang berasaskan empirisme dan dapat diamati saja yang boleh
diterima. Postivisme ini bergerak dari proses Aufklarung dan percaya bahwa ini
satu-satunya jalan untuk pembebasan manusia dari pengaruh mitos. Jadi, manusia
menjadi tuan atas alam. Kalau dalam bahasa Hegel, tuan dan hamba, di mana
manusia adalah tuan, dan alam adalah hamba.
Atas analisa inilah, Adorno dan Horkheimer menanyakan
kembali, apakah benar manusia menjadi tuan atas alam? Maka, di sini, Adorno dan
Horkheimer menampik kepercayaan itu. Bagi mereka, kerana sikap manusia yang
memperluaskan teknologi, dan adanya piawai, kategorisasi, metalisasi, maka ilmu
positivisme ini hanyalah menjadikan alam sebagai objek, menjadi pengobjekan.
Tapi, celakanya, proses pengobjekan ini tidak berlaku terbatas pada alam saja.
Malah, terlimpah pada sesama manusia. Ini yang dalam bahasa Marxisme disebut
dengan reifikasi atau Versachlichung atau pengobjekan), yang bermakna melakukan
pembendaan.
JURGEN HABERMAS
tentang Masyarakat Kapitalis Tahap Maju dan Konsep Modernitas Sebagai Proyek
yang Tidak Terselesaikan.
Habermas menjadi pemikir neo-Marxis paling terkenal di
dunia. Ia tetap optimis terhadap masa depan kehidupan modern. Dengan optimisnya
itulah ia menulis tentang modernitas sebagai proyek yang belum selesai itu.
Sementara Marx memusatkan perhatian pada pekerjaan dan tenaga kerja, Habermas terutama
memusatkan perhatian pada masalah komunikasi yang ia anggap sebagai proses yang
lebih umum ketimbang pekerjaan. Sementara Marx memusatkan perhatian pada
pengaruh distortif dari struktur masyarakat kapitalis terhadap struktur
masyarakat kapitalis terhadap pekerjaan, Habermas memusatkan perhatian pada
cara struktur masyarakat modern mendistorsi komunikasi. Sementara Marx
membayangkan kehidupan masa depan ditandai oleh pekerjaan penuh dan tenaga
kerja kreatif, Habermas membayangkan masyarakat masa depan ditandai oleh
komunikasi bebas dan terbuka. Dengan demikian terdapat kesamaan yang
mengagetkan antara teori Marx dan habermas. Kesamaan paling umum adalah bahwa
keduanya merupakan pemikir modernitas yang yakin bahwa di masa hidup mereka,
proyek modernitas masih belum selesai (terciptanya pekerjaan penuh dan kreatif
menurut Marx dan terciptanya komunikasi bebas dan terbuka menurut Habermas).
Keduanya berkeyakinan bahw di masa depan proyek modernitas ini selesai.
Habermas banyak menawarkan tentang aspek
yang bersifat membangun, emansipasi, pengembangan solusi dari suatu
permasalahan lwat logika, alasan, konvensi, dan ketaatan yang tegas. Dalam teori tindakan kominikatif, dia
berbicara tentangkomunikasi yang ideal,
berbicara mengenai perlunya konsensus
universal, tanggung jawab dalam bertindak yang dilandasi oleh cara-cara
yang dapat dijustifikasi secara normatif. Habermas menyelesaikan persoalan
pluralitas dan keadilan dengan mencari konsensus bersama lewat dialog atau perdebatan rasional. Adil
bagi Habermas adalah ruang publik yang membuka peluang semua elemen untuk
berpartisipasi secara bebas dan setara dalam tujuan mencapai konsensus.
Habermas dalam eseinya, Labor and Interaction: Remarks on Hegel’s Jena ‘Philosophy of Mind‟, mengatakan bahwa Hegel memahami praksis bukan hanya
sebagai “kerja‟, melainkan juga “komunikasi”. Karena
praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukan alam dengan
kerja, melainkan juga dalam
“interaksi intersubjektif’ dengan bahasa
sehari-hari. Jadi seperti
halnya kerja membuat orang berdistansi dari alamnya,
bahasa memungkinkan distansi dari persepsi langsung,
sehingga baik kerja maupun bahasa berhubungan tidak hanya dengan praksis, tetapi juga dengan rasionalitas.
Dengan
asumsi bahwa masyarakat
pada hakekatnya bersifat
komunikatif, Habermas
kemudian mengganti paradigma produksi dari materialisme sejarah itu dengan paradigma komunikasi. Jadi sebagai ganti peranan cara-cara
produksi, ia mengutamakan peranan
struktur-struktur komunikasi sosial dalam perubahan masyarakat. Strukturstruktur komunikasi ini, menurut Habermas lebih
hakiki untuk masyarakat daripada cara-cara produksi, sebab cara-cara
produksi yang juga melibatkan proses belajar berdimensi teknis itu diatur oleh struktur-struktur komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar