Selasa, 08 Desember 2015

MASYARAKAT MODERN DALAM PANDANGAN TEORI SOSIOLOGI KRITIS



GEORGE LUCAKS : Kapitalisme Tahap Akhir
Georg Lukacs  mengajarkan tentang kesadaran kelas dan reifikasi. Ia menolak determinisme ekonomi marxisme ortodoks dan menekankan peranan kesadaran kelas proletariat sebagai subyek dialektika sejarah.

Kelas dan Kesadaran Kelas
Proletariat adalah suatu realitas konkrit yang sering dikatakan sebagai kelas yang dipersiapkan oleh sejarah untuk mengatasi kaum borjuis. Namun dalam peranannya proletariat memiliki dua cermin yaitu ia sebagai sistem produksi kapitalis dan sebagai kelas bawah, di mana proletariat langsung merasakan segi-segi negatif masyarakat borjuis. Maka oleh karenanya proletariat memiliki kecenderungan objektif untuk memberontak terhadap masyarakat borjuis.
Menurut Lukacs, proletariat adalah subjek objek identik dengan proses sejarah. Ia adalah subjek pertama dalam sejarah yang mampu membentuk kesadaran sosial objektif yang sesuai. Ini merupakan suatu kesatuan antara pengertian tentang realitas sosial dan realitas sosial itu sendiri. Proletariat selain menjadi objek juga sekaligus menjadi subjek. Di satu pihak ia berpartisipasi dalam rasionalitas perekonomian kapitalis tetapi di lain pihak ia merasakan irasionalitasnya. Ia adalah hasil perkembangan sejarah, perkembangan yang mendukung kapitalisme dan ia juga yang akan meneruskan sejarah yang secara sadar membongkar masyarakat borjuis dan menciptakan masyarakat sosialis. Dengan demikian, kesatuan teori dan praxis tercipta . 
Proletariat adalah suatu ekspresi sejarah yang semakin mematang menuju transformasi akhir dan juga suatu kesadaran teoritis dari subyek sejarah. Proletariat itu diistimewakan oleh sejarah, tidak hanya dalam hal meraih posisi objektif untuk memberontak secara radikal yang dikemudian hari mampu meruntuhkan pembagian kelas, eksploitasi, konflik sosial, dan pemisahan individu dari kehidupan sosial, alienasi, kesadaran palsu dan ketergantungan manusiawi dalam kekuatan historis intersubyektif. Dalam kecenderungan ini semua kenyataan total dihadirkan dalam pergerakan revolusioner. Kesadaran diri proletariat berkaitan dengan kesadaran sejarah sebagai keseluruhan dalam proses yang semakin menjadikannya matang . Dalam hal ini teori dan praxis bukanlah dua hal yang berbeda melainkan satu dan merupakan fenomena yang sama. 

Reifikasi
Menurut Lukacs, dengan berpatok pada pemahaman fetisisme Marx, telah terjadi reifikasi dalam realitas masyarakat. Istilah reifikasi menunjuk pada apa yang sebenarnya merupakan hubungan antar-manusia bebas kelihatan seperti hubungan antar-benda, jadi sebagai suatu kenyataan objektif. Kekhasan masyarakat borjuis adalah bahwa semua hubungan antar-manusia dikuasai oleh hukum pasar. Dalam kapitalisme segala sesuatu, termasuk hubungan antar-manusia, dimengerti sebagai bentuk komoditi, barang untuk diperjual-belikan. Komoditi dan seluruh proses jual-beli ditentukan oleh hukum-hukum objektif pasar yang menurut paham kapitalisme bersifat ‘alami’ dan ‘rasional’ dan karena itu ‘abadi’. Begitu pula masyarakat borjuis memandang segala macam hubungan antar-manusia, jadi struktur-struktur ekonomis, sosial, politis dan budaya masyarakat kapitalis sebagai pola kehidupan bersama manusia yang paling alami dan rasional. Padahal kekuasaan menyeluruh bentuk komoditi itu merupakan hasil sebuah proses sejarah hasil manusia. 
Kegiatan manusia dalam berkerja bukan lagi milik pribadi yang ada sesuai minatnya. Manusia dengan begitu menjadi teralienasi dan proses tidak secara langsung mereka miliki dan kuasai. Mereka sepertinya menjadi tersebar dalam spesifikasi yang diberikan dalam perkerjaan. Misalkan saja seorang yang berkerja di pabrik rokok. Ada orang yang hanya fokus berkerja melinting rokok tersebut. Ia tidak tahu keseluruhan proses dan hanya dengan mengikuti saja apa yang diberikan oleh pabrik. Ia hanya mengambil bagian dalam sistem produksi saja. Keberadaannya hanya ada dalam partikularitas pabrik. Ini oleh Lukacs telah menyingkirkan kedalaman diri manusia di mana manusia itu juga memiliki minat, inisiatif, kreatifitas, dan kepribadian . Oleh masyarakat kapitalis, hal seperti ini tidak menjadi bagian yang dipikirkan melainkan hal yang mengganggu sistem produksi.
Marx memahami bahwa komoditi merupakan fetis yang dianggap memiliki kekuatan mutlak atas semua proses kehidupan masyarakat sedangkan Lukacs melihatnya lebih jauh bahwa hubungan antar manusia juga diberhalakan dalam bentuk komoditi atau dengan kata lain direifikasi. Dengan demikian hubungan antar-manusia dipahami sebagai hukum pertumbuhan komoditi. Hukum tersebut dianggap alami, objektif, dan rasional dalam masyarakat kapitalis. Dengan demikian hubungan antar-manusia tidak lagi ditentukan oleh cita-cita pribadi, persahabatan, perhatian intelektual, kesamaan minat, atau oleh minat untuk berkomunikasi, melainkan oleh hukum pasar.

MAX HORKHEIMER dan THEODOR ADORNO tentang Masyarakat Kapitalis Tahap Maju
Horkheimer dan Adorno adalah filsuf generasi pertama  Mazhab Frankfurt bersama dengan Walter Benjamin, Jürgen Habermas, dan lain-lain. Adorno dan Horkheimer menjelaskan sejarah dominasi ini tidak lagi berdasarkan hubungan produksi, atau hubungan ketegangan antara pemilik modal (kapitalis) dengan kaum buruh (proletar). Jika membaca Das Kapital, jelas Marx menganalisa berdasarkan pola-pola produksi. Namun, bila membaca Dialektik der aufklarung, Adorno dan Horkheimer, tidak menuruti analisa Marx tersebut. Mereka meninjau sampai pada dorongan-dorongan psikologi manusia. Jadi, jiwa manusia memang sudah punya kecenderungan untuk menindas manusia lain, dan ini selari seperti yang diujarkan Nietzsche, sang filsuf aneh itu, der Wille zur Macht (kehendak untuk berkuasa).
Jadi kritik Adorno dan Horkheimer tidak lagi atas kritik hak milik. Sebab, hakikatnya ini bukan lagi masalah hak milik, tapi telah melampaui kesadaran manusia itu. Maka, kritik ditujukan pada kesadaran, bukan pada produksi. Menurut mereka rasio itu dipandang sebagai alat penguasaan manusia ke atas manusia yang lain. Di sini yang menarik, bagaimana mereka berdua menjelaskan kecenderungan terhadap rasio, mereka mengakui bahawa manusia menguasai alam, dan kemampuan ini lahir dari bantuan konsep-konsep (Begriffen), yang menata alam itu. Jadi, manusia dikenal dari piawai yang ditentukannya sendiri
Antara subjek yang menguasai, dan objek yang dikuasai, di situ ada dialektika. Adorno dan Horkheimer menyatakan bahawa, “manusia membayar kekuasaannya dengan rasa keterasingan dirinya dari apa yang dikuasainya.” Maksudnya, berkat rasio, manusia kemudiannya dapat menguasai alam ini. Namun, malangnya, manusia akhirnya mengalami keterasingan dari realita, dan mengalami pemisahan antara subjek dan objek. Jadi, pemisahan ini berlaku untuk tujuan menguasai.
Ketika itu, manusia memang masih bersatu dengan alam, belum ada jarak dan pemisahan pada zaman mitologis. Namun, pada zaman Aufklarung, jarak antara subjek dan objek itu mula berlaku, dan mula jelas. Lalu, manusia mula melihat alam sebagai sesuatu yang asing, sesuatu yang di luar dirinya. Alam ini diselidiki, dimiliki, dikuasi, dimanipulasi, diekspoloitasi, dan akhirnya menjadi bahagian yang bukan dari manusia. Kini, atas nama pencerahan, manusia berdiri sebagai subjek yang lebih berkuasa, dan dengan demikian mahu/telah menundukkan alam sebagai objek. Ternyata, pada akhirnya berkat rasio, manusia tampil sebagai pemenang. Manusia jadi hebat, dan alam telah kalah. Adorno dan Horkheimer mengungkapkan lagi, bahawa Aufklarung difahami oleh mereka adalah sebagai ikhtihar manusia untuk menguasai berkat keberadaan rasio. Pokoknya, segala usaha manusia untuk menjadikan dirinya hebat atas alam, itu dilakukan dengan menggunakan rasio.
Kemudian, dalam proses manusia menjadi diri penguasa atas alam, maka ilmu berkembang menjadi positif. Lalu, positivisme mendapat tempat, di mana hanya ilmu yang berasaskan empirisme dan dapat diamati saja yang boleh diterima. Postivisme ini bergerak dari proses Aufklarung dan percaya bahwa ini satu-satunya jalan untuk pembebasan manusia dari pengaruh mitos. Jadi, manusia menjadi tuan atas alam. Kalau dalam bahasa Hegel, tuan dan hamba, di mana manusia adalah tuan, dan alam adalah hamba.
Atas analisa inilah, Adorno dan Horkheimer menanyakan kembali, apakah benar manusia menjadi tuan atas alam? Maka, di sini, Adorno dan Horkheimer menampik kepercayaan itu. Bagi mereka, kerana sikap manusia yang memperluaskan teknologi, dan adanya piawai, kategorisasi, metalisasi, maka ilmu positivisme ini hanyalah menjadikan alam sebagai objek, menjadi pengobjekan. Tapi, celakanya, proses pengobjekan ini tidak berlaku terbatas pada alam saja. Malah, terlimpah pada sesama manusia. Ini yang dalam bahasa Marxisme disebut dengan reifikasi atau Versachlichung atau pengobjekan), yang bermakna melakukan pembendaan.

JURGEN HABERMAS tentang Masyarakat Kapitalis Tahap Maju dan Konsep Modernitas Sebagai Proyek yang Tidak Terselesaikan.
            Habermas menjadi pemikir neo-Marxis paling terkenal di dunia. Ia tetap optimis terhadap masa depan kehidupan modern. Dengan optimisnya itulah ia menulis tentang modernitas sebagai proyek yang belum selesai itu. Sementara Marx memusatkan perhatian pada pekerjaan dan tenaga kerja, Habermas terutama memusatkan perhatian pada masalah komunikasi yang ia anggap sebagai proses yang lebih umum ketimbang pekerjaan. Sementara Marx memusatkan perhatian pada pengaruh distortif dari struktur masyarakat kapitalis terhadap struktur masyarakat kapitalis terhadap pekerjaan, Habermas memusatkan perhatian pada cara struktur masyarakat modern mendistorsi komunikasi. Sementara Marx membayangkan kehidupan masa depan ditandai oleh pekerjaan penuh dan tenaga kerja kreatif, Habermas membayangkan masyarakat masa depan ditandai oleh komunikasi bebas dan terbuka. Dengan demikian terdapat kesamaan yang mengagetkan antara teori Marx dan habermas. Kesamaan paling umum adalah bahwa keduanya merupakan pemikir modernitas yang yakin bahwa di masa hidup mereka, proyek modernitas masih belum selesai (terciptanya pekerjaan penuh dan kreatif menurut Marx dan terciptanya komunikasi bebas dan terbuka menurut Habermas). Keduanya berkeyakinan bahw di masa depan proyek modernitas ini selesai.
Habermas banyak menawarkan tentang aspek yang bersifat membangun, emansipasi, pengembangan solusi dari suatu permasalahan lwat logika, alasan, konvensi, dan ketaatan yang tegas. Dalam teori tindakan kominikatif, dia berbicara tentangkomunikasi yang ideal, berbicara mengenai perlunya konsensus universal, tanggung jawab dalam bertindak yang dilandasi oleh cara-cara yang dapat dijustifikasi secara normatif. Habermas menyelesaikan persoalan pluralitas dan keadilan dengan mencari konsensus bersama lewat dialog atau perdebatan rasional. Adil bagi Habermas adalah ruang publik yang membuka peluang semua elemen untuk berpartisipasi secara bebas dan setara dalam tujuan mencapai konsensus.
Habermas dalam eseinya, Labor and Interaction: Remarks on Hegel’s Jena ‘Philosophy of Mind, mengatakan bahwa Hegel memahami praksis bukan hanya sebagai “kerja, melainkan juga “komunikasi”. Karena praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukan alam dengan kerja, melainkan juga dalam “interaksi  intersubjektif  dengan  bahasa  sehari-hari.  Jadi  seperti  halnya  kerja membuat orang berdistansi dari alamnya, bahasa memungkinkan distansi dari persepsi langsung, sehingga baik kerja maupun bahasa berhubungan tidak hanya dengan praksis, tetapi juga dengan rasionalitas.
Dengan  asumsi  bahwa  masyarakat  pada  hakekatnya  bersifat  komunikatif, Habermas kemudian mengganti paradigma produksi dari materialisme sejarah itu dengan paradigma komunikasi. Jadi sebagai ganti peranan cara-cara produksi, ia mengutamakan peranan struktur-struktur komunikasi sosial dalam perubahan masyarakat. Strukturstruktur komunikasi ini, menurut Habermas lebih hakiki untuk masyarakat daripada cara-cara produksi, sebab cara-cara produksi yang juga melibatkan proses belajar berdimensi teknis itu diatur oleh struktur-struktur komunikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar