Rabu, 16 Desember 2015

Sosiologi Pedesaan : HUBUNGAN DESA DAN KOTA DALAM PEMBANGUNAN


A.     PENDAHULUAN
Apabila kita bicara mengenai terjadinya kontak antara dua wilayah atau lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu, maka yang akan terjadi itu diartikan sebagai interaksi. Interaksi ini dapat dilihat sebagai suatu proses social, proses ekonomi, proses budaya, ataupun proses politik dan sejenisnya yang lambat atau yang dapat menimbulkan suatu realita ataub kenyataan. Interaksi antara desa dan kota dapat terjadi karena berbagai factor maupun unsur yang ada dalam desa, dalam kota, maupun yang ada diantara desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan desa kota, integrasi atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota secara bertahap dan efektif.

B.     PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP INTERAKSI

Apabila terjadi kontak antara dua wilayah atau lebih dan dapat menimbulkan sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu, maka apa yang sedang terjadi itu diartikan sebagai interaksi. Interaksi itu dapat dilihat sebagai proses apabila, interaksi itu timbul dari kontak antara dua atau lebih seseorang, kontak itu dapat seseorang dengan seseorang. Seseorang dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.
Sesuatu interaksi social tidak mungkin terjadi, apabila tidak memenuhi syarat yaitu, adanya kontak social dan adanya komunikasi. Sesuatu kontak dapat bersifat primer, apabila dua atau lebih orang terjadi hubungan secara langsung bertemu dan berhadapan muka, misalnya orang-orang tersebut berjabat tangan, atau saling tersenyum dan seterusnya. Sesuatu kontak dapat bersifat sekunder, apabila hubungan tersebut terjadi secara tidak langsung, atau hubungan itu terjadi lewat perantara atau sarana.
Interaksi desa dan kota dapat berarti sesuatu kenyataan yang baru dalam wujud tertentu yang ditimbulkan oleh adanya hubungan antara desa dan kota. Sesuatu yang baru tersebut dapat merupakan hasil manusia desa, atau manusia kota, atau manusia antara desa dan kota. Perwujudan dari interaksi tersebut merupakan hasil dari peradaban manusia yang bersangkutan.
Interaksi antara desa dengan kota dapat terjadi karena berbagai factor atau unsur yang ada pada desa, dalam kota dan diantara desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan desa kota, integrasi atau pengaruh masyarakat kota terhadap masyarakat desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu interaksi tersebut. Dengan adanya kemajuan dibidang perhubungan antara daerah , maka sifat isolasi desa makin berkurang, masyarakat desa yang dekat dengan kota telah banyak mendapat pengaruh kota, sehingga persentase penduduk desa yang bertani berkurang dan beralih pekerjaan non-agraris.
Daerah-daerah perdesaan di perbatasan kota yang dipengaruhi oleh kehidupan kota disebut dengan  “rur-ban areas”, singkatan dari rural-urban areas. Petani-petani didaerah rurban ini umumnya keadaannya lebih maju di daerah rural karena: (a), jarak yang dekat dengan kota, sehingga frekunsi pergaulan antara warga desa dengan warga kota boleh dikatakan agak tinggi. Berita-berita melalui surat kabar dan media transistor dapat sampai di daerah rurban ini. (b), Kemungkinan anak-anak rurban, lebih besar daripada anak dari pedesaan (rural). (c), kesempatan memperoleh mata pencaharian tambahan di kota dimungkinkan dengan adanya letak yang berdekatan.
Dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi ada kemungkinan gejala urbanisasi, dalam hal ini perpindahan penduduk dari desa ke kota dapat berkurang. Perkembangan ini juga mempengaruhi bidang-bidang yang lain, seperti pendidikan dan perdagangan. Perdagangan antar desa-kota yang berupa barang-barang hasil kerajinan dan terutama hasil pertanian dapat terlaksana dengan lancer. Suasana kehidupan tambah gairah bagi masyarakat tepian kota. Daerah rurban makin lama makin berkembang dengan suatu fungsi yang baru sebagai desa dagang.
Bertambahnya penduduk dan jaringan lalulintas di daerah ini akan mempercepat terjadinya suatu kota kecil yang baru. Ruang lingkup interaksi desa-kota, yang dapat timbul adalah sebagai berikut: (a), City di identikkan dengan kota, (b), Suburban adalah suatu area yang lokasinya dekat pada pusat kota, (c), Suburban fringe adalah suatu area yang melingkari suburban yang merupakan daerah peralihan antara kota desa. (d), Urban fringe adalah semua batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota. (e), Rureal-urban fringe adalah suatu jalur daerah yang terletak antara daerah desa dan derah kota, yang ditandai dengan penggunaan tanah campuran.
Ruang lingkup atau zone-zone adalah daerah-daerah yang membentuk jalur-jalur linier yang teratur dalam ruang. Biasanya merupakan zone yang mengelilingi Pusat-Pusat Daerah Kegiatan (PDK), atau Central Business Districts (CBD).  


C.     PERBEDAAN ANTARA DESA DAN KOTA

Perbedaan-perbedaan kehidupan di desa dan kota meliputi beberapa aspek atau segi seperti lingkungan, pekerjaan, jumlah dan kepadatan penduduk, diferensiasi, stratifikasi sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, solidaritas social, homogenitas, gaya hidup, prasarana dan teknologi serta kelembagaan.

1.      Lingkungan
Konsep lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu (a) lingkungan fisik atau inorganic, (b) lingkungan biologis atau organic dan (c) lingkungan social budaya. Lingkungan fisik termasuk semua factor physiographic yang terdiri dari tanah, iklim, angin, radiasi, gaya berat (gravity), hutan dan lain-lain. Lingkungan biologis termasuk serangga, parasit, tanaman dan binatang. Sedangkan lingkungan social budaya dapat berupa kebudayaan bersifat material seperti alat-alat, senjata, kendaraan, mesin dan lain-lain, biososial yang berupa penggunaan dari sumber-sumber yang biologis antara lain tanaman dan binatang, serta kebudayaan bersifat immaterial antara lain adat, bahasa, cara, kebiasaan dan lain-lain.
Dari sifat pekerjaan orang-orang tani di pedesaan secara tegas membedakan lingkungan tersebut di atas dengan daerah perkotaan. Ketergantungan yang tinggi terhadap lingkungan fisik merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang di desa terutama para petani. Ini berarti petani sangat tergantung kepada keadaan cuaca atau alam. Cuaca yang baik, sifat hujan yang teratur, air yang cukup merupakan keuntungan-keuntungan yang diharapkan oleh para petani. Setiap orang desa atau petani sangat tergantung pula pada tanah, tanaman dan binatang yang dapat memberikan kehidupan untuk mereka. Dengan demikian seorang yang tinggal di desa atau petani sangat membutuhkan tanah untuk pertanian, tanaman-tanaman yang dibutuhkan serta binatang piaraan yang dapat membantu pekerjaan dan memberikan penghasilan kepada mereka. Seorang yang tinggal di kota mungkin tidak begitu membutuhkan tanah yang luas serta binatang-binatang piaraan seperti kerbau atau sapi. Orang-orang di kota lebih membutuhkan bangunan-bangunan, mesin-mesin atau benda-benda buatan manusia yang kurang dibutuhkan di daerah pedesaan.

2.      Pekerjaan
Diantara perbedaan yang nyata pada masyarakat pedesaan dan perkotaan adalah bidang pekerjaan. Pekerjaan di pedesaan lebih banyak pada bidang pertanian. Tanaman dan binatang piaraan merupakan ciri yang fundamental dalam kehidupan petani di pedesaan.
Factor-faktor yang membedakan antara petani satu dengan yang lainnya dapat berupa dari pemilikan luasnya tanah/sawah si petani dan system pertanian yang dipergunakan. Di Indonesia terdapat perbedaan-perbedaan petani sawah, ladang, perkebunan, perikanan, peternakan dan lain-lain. Seorang petani peternak dengan memiliki beberapa ekor sapi akan berbeda irama atau ritme kerjanya daripada petani sawah. Seorang petani peternak dengan memiliki beberapa ekor sapi akan berbeda irama atau ritme kerjanya dari pada petani sawah. Seorang petani peternak akan mengikuti jam-jam tertentu dalam melakukan pekerjaannya yaitu memeras susu sapi yang kemudian mendistribusikan kepada para langganannya. Perbedaan-perbedaan pekerjaan hanya dibedakan karena sifat atau pemeliharaan yang dilakukan si petani dalam pola kerja pertanian yang memang berbeda itu. Secara umum dapat dikatakan pemeliharaan ternak yang dilakukan si peternak membutuhkan keterampilan yang berbeda dengan si petani yang memelihara tanaman.
Beberapa dengan pekerjaan orang dipedesaan, maka pekerjaan orang di kota lebih banyak di bidang non pertanian atau bidang industri, perdagangan dan jasa. Karena pekerjaan orang kota di luar pertanian, maka luas tanah diperlukan hanya untuk keperluan pembuatan rumah, kantor atau gudang-gudang. Dalam pekerjaan di daerah perkotaan lebih bervariasi, dari pedagang besar sampai pedagang kecil, dari buruh yang berkedudukan tinggi sampai buruh rendah dan seterusnya.
  
3.      Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Biasanya jumlah dan kepadatan penduduk merupakan indicator untuk menetukan desa dan kota, walaupun indicator ini mendapatkan kesulitan untuk diterapkan terutama di Negara-negara yang sudah maju.
Kalau besarnya penduduk menjadi indicator atau ukuran untuk sebuah desa atau kota, maka timbul pertanyaan “berapa jumlah penduduk untuk dapat dikatakan sebuah desa atau kota?, apakah memang jumlah penduduk yang mencirikan desa atau kota?, dapatkah penduduk desa yang berkembang dengan cepat dan menjadi padat kita namakan itu sebuah kota? Secara administratif memang jumlah penduduk menjadi ukuran untuk dinamakan desa atau kota. Namun secara sosiaologis ukuran desa dan kota didasarkan atas perbedaan yang luas dalam tatanan atau pola tingkah laku social masyarakatnya.
Di Indonesia sejak tahun 1961 telah digunakan criteria untuk membedakan definisi desa dan kota. Adapun dasar kriteria kota menurut sensus 1961 yaitu:
a)     Berstatus kotamadya
b)     Berstatus ibukota kabupaten
c)      Mempunyai tingkat ekonomi tertentu dan berpenduduk minimal 20.000 orang
d)     Digolongkan sebagai “kota” oleh pemerintah daerah setempat

Kalau sensus 1961 kota didifinisikan dengan jumlah penduduk minimal 20.000 orang, maka banyak desa-desa berubah statusnya menjadi kota. Namun dari perubahan-perubahan status dari desa dan kota masih banyak pula di mana suatu daerah sudah dikatakan menjadi kota tetapi masyarakatnya secara sosiologis masih mencerminkan ciri-ciri pedesaan.
Kesulitan menentukan daerah desa atau kota terjadi di Amerika. Di Amerika sebelum sensus tahun 1880 yang disebut kota adalah pemukiman yang berpenduduk lebih dari 8000 orang. Pada sensus sesudahnya, angka ini menjadi 4000 orang dan pada tahun 1910 jumlah penduduk yang disebut kota menjadi 2500 orang. Sejak tahun 1930 sampai 1960 sensus di Amerika membedakan tiga kategori yaitu kota (urban), desa bukan pertanian (rural nonfarm) dan desa pertanian (rural farm).
Di Indonesia kriteria desa dan kota seperti di Amerika dari segi jumlah penduduk memang tidak relevan. Namun kategori yang membedakan kota, desa bukan pertanian dan desa pertanian seperti di Amerika mulai terlihat di Indonesia. Dalam penelitiannya S. Sudarmadi yang dilakukan pada tahun 1977 di desa Pesawahan kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa penduduk yang bukan petani terdapat 56, 8% dan mereka tidak berpenghasilan dari petani melainkan dari jasa-jasa produksi bukan pertanian. Dalam penelitian yang saya lakukan pada tahun 1982 di kecamatan Batu Ceper dan Teluk Naga di Kabupaten Tangerang ternyata di kecamatan Batu Ceper hanya terdapat 31% dari jumlah penduduknya yang bekerja di bidang pertanian, sedangkan sisanya sebanyak 69% mereka bekerja di luar bidang pertanian.
Tentunya mulai banyak desa-desa di Indonesia yang berkembang seperti desa pesawahan dan desa-desa di kecamatan Batu Ceper disebabkan karena perkembangan industrialisasi. Bahwa dengan perkembangan industrialisasi yang pesat perubahan terhadap desa-desa cenderung pula terjadi dimana jumlah penduduk di desa sebagian besar bukan lagi bekerja di bidang pertanian jasa produksi di luar pertanian.
Ditinjau dari sejarah pertumbuhan desa menjadi kota terlihat peranan pembangunan ekonomi dan industrialisasi mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan kota-kota tersebut. Dan nyatanya betul bahwa ada korelasi yang positif antara perkembangan kota-kota dengan tingkat kemajuan ekonomi. Namun satu hal yang perlu dibuktikan apakah urbanisasi adalah hasil dari kemajuan ekonomi atau sebaliknya kemajuan ekonomi disebabkan oleh pertumbuhan kota-kota?


Kembali kita lihat jumlah dan kepadatan  penduduk  dipedesaan dan diperkotaan. Rendahnya kepadatan penduduk mencerminkan cirri dari masyarakat pedesaan karena kondisi dari sifat pertanian yang hanya membutuhkan tenaga yang lebih sedikit apalagi kalau pekerjaan-pekerjaanpertanian banyak dikerjakan dengan penggunaan mekanisasi. Besar dan kepadatan penduduk di pedesaan dapat bergantung pula oleh tersedianya lahan untuk pertanian. Kalau lahan pertanian sudah dianggap sempit karena banyaknya penduduk di desa, maka biasanya banyak penduduk desa yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan dan terjadilah arus urbanisasi.
Kepadatan penduduk dapat membedakan kehidupan di desa dan kota. Di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang padat dapat memperlihatkan ciri-ciri kehidupan orang-orang kota seperti sempitnya tanah, mahalnya sewa rumah, kebisingan, sulitnya parkir, udara yang kotor, daerah-daerah tertentu, yang padat dan kotor (slums), ketegangan-ketegangan. Di samping itu, sejumlah hubungan sosial yang khusus, spesialisasi dan cara-cara tertentu lainnya lagi untuk kehidupan orang kota yang berbeda dengan orang-orang disana.
Bagi orang-orang yang tinggal di desa, kepadatan penduduk yang rendah mempunyai keuntungan yang banyak seperti udara yang bersih, tenang, sunyi, masih banyak pohon-pohon, rumput dan binatang-binatang serta bebas dari pencemaran lingkungan. Namun ada pula aspek yang merugikan dalam rendahnya kepadatan penduduk dari segi-segi isolasi geographis karena belum baiknya prasarana transportasi dan informasi. Di desa-desa terpencil seperti di desa-desa Irian Jaya, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera di mana jumlah dan kepadatan penduduknya yang kecil memperoleh kesulitan misalnya pengadaan pendidikan. Bukan saja di desa –desa tersebut sulit untuk mencari guru-guru yang mau mengajar tetapi kesulitan pula bagi murid-murid yang bersekolah karena mereka banyak yang dating dari jarak yang jauh dan tanpa menggunakan alat transportasi.

4.      Diferensiasi sosial
Diferensiasi sosial di pedesaan sangat berbeda dengan daerah perkotaan dari beberapa hal terutama dari sudut mata pencaharian. Mata pencaharian di desa relatif sederhana dan sebagian besar penduduknya bertani walaupun banyak dari mereka tidak memiliki tanah. Variasi mata pencaharian masih sedikit dan lebih banyak kebidang pertanian daripada kebidang industry dan jasa-jasa. Dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan sedikitnya variasi mata pencaharian menyebabkan banyak timbul pengangguran yang tidak kentara (disguised unemployment) dan rendahnya produksi serta penghasilan penduduk di pedesaan. Di kota terdapat pembagian pekerjaan yang lebih banyak dan kompleks dan bersifat spesialisasi. Jenis pekerjaan di kota-kota lebih banyak di bidang industri dan jasa.
Sebagai akibat adanya urbanisasi, di kota penduduknya berasal dari berbagai macam suku bangsa dari berbagai macam daerah dengan berbagai macam pula kebudayan. Karena penduduk kota berasal dari berbagai macam kebudayaan, dengan demikian penduduk di kota terdiri dari berbagai macam agama, kebiasaan, adat, aliran politik, pekerjaan, pendidikan, bahasa, standard kehidupan ekonomi yang berbedadengan citra rasa yang berbeda pula. Di tengah-tengah kehidupan kota yang sangat berbeda tersebut orang-orang di kota mempunyai hubungan satu sama lainnya yang berbeda pula.
Integrasi dan koordinasi muncul dalam kehidupan orang-orang di kota karena sifatnya yang heterogen dan kompleks. Melalui pembagian pekerjaan dan spesialisasi semua bagian-bagian dalam kehidupan di kota menjadi saling tergantung. Bagian-bagian seperti tempat perdagangan (business-area), industry, gudang, pemukiman semuanya merupakan bagian-bagin yang tidak dapat terlepas dari keseluruhan kehidupan di kota. Situasi ini sangat berbeda dengan situasi di desa di mana diferensiasi social tidak kompleks karena masyarakatnya masih homogen.
Integrasi di kota terjadi sebagai hasil dari ketidaksamaan (heteroginita) dari masyarakatnya. Setiap orang di kota mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dan justru itu mereka saling membutuhkan. Solidaritas yang terbentuk di dalam masyarakat kota ini disebut oleh Durkheim sebagai solidaritas organic. Berbeda dengan di kota, integrasi di kota bersifat menyeluruh, menyinggung aspek-aspek kehidupan yang pokok-pokok dan untuk beberapa bidang saja secara terpisah. Solidaritas masyarakat desa disebut solidaritas mekanik.

5.      Stratifikasi social
Ada 4 perbedaan dalam lapisan social atau kelas antara pedesaan dan perkotaan:
a)     Pada masyarakat pedesaan memiliki kelas-kelas soaial yang lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
b)     Pyramid sosial dipedesaan tidak begitu extreme seperti diperkotaan.
c)      Kelas-kelas di pedesaan memiliki kelas-kelas pembagiannya lebih sedikit dari pada di perkotaan dan di pedesaan cendrung hanya pada pembagian kelas menengah (middle class)
d)     Prinsip kasta diperkotaan tidak selalu (rigid) seperti di pedesaan.
Stratifikasi terbentuk atas dasar pola pemilihan tanah. Namun dengan terbukanya desa dengan dunia luar maka lapisan ini mengalami perubahan. Strata bukan lagi hanya didasarkan atas pemilikan tanah saja melainkan timbul pula unsur-unsur lain seperti kekayaan, pendidikan, jabatan dan lain-lain.


6.      Mobilitas social
Mobilitas social atau gerak social diartikan sebagai gerak struktur social. Tipe mobilitas social dapat berupa mobilitas horizontal dan mobilitas vertical. Mobilitas horizontal diartikan sebagai suatu peralihan seseorang dari kelompok social yang satu ke kelompok social yang lain yang mempunyai derajat yang sama. Mobilitas horizontal ini merupakan gerak perpindahan territorial. Dalam mobilitas ini tidak terjadi perubahan dalam kedudukan atau derajat seseorang karena geraknya tersebut. Mobilitas vertical dapat diartikan sebagai peralihan seseorang dari kedudukan social yang satu ke kedudukan social lainnya yang tidak sederajat atau tidak sama kedudukannya. Mobilitas vertical dapat berarti seseorang dapat naik kedudukan sosialnya dari kedudukan sosialnya dari kedudukan yang semula rendah ataupun sebaliknya.
Kesempatan dalam mobilitas horizontal dan vertical yang diperoleh di desa sangat terbatas dibandingkan dengan di kota. Di desa, seseorang petani akan mewariskan kepada anak-anaknya keahlian dalam bertani dan akhirnya anak-anaknya akan tetap menjadi petani. Demikian pula seorang pedagang, tukang besi dan seterusnya akan mewariskan bidang pekerjaannya kepada anak-anaknya tanpa merubah kedudukan ke tempat yang lebih tinggi, atau merubah kepada pekerjaan yang lainnya yang berlainan dengan orang tua mereka. Di kota, seseorang yang bekerja di pabrik bukan karena ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik, seorang pedagang belum tentu dahulu ayahnya adalah pedagang, seorang pegawai, wartawan, supir taksi atau pekerjaan lainnya belum tentu sama dengan pekerjaan orang tuanya. Tempat-tempat pekerjaan di kota-kota diisi oleh pekerja-pekerja yang berasal dari berbagai kelompok pekerjaan orang tuanya. Seseorang yang tinggal di kota dengan mudah dapat beralih pekerjaannya dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, dari buruh bisa menjadi wartawan atau pedagang. Dengan besarnya mobilitas di kota, seorang dapat naik atau turun dari kelas social yang ia miliki semula. Seseorang yang tidak dapat menyesuaikan dirinya di desa atau ingin lebih berkembang ke tingkat yang lebih tinggi maka ia akan meninggalkan desa untuk pergi ke kota. Arus migrasi membawa seseorang yang biasanya mempunyai pendidikan yang lebih tinggi di desa berusaha pindah ke kota. Orang miskin di desa yang pindah ke kota dapat saja meningkat penghasilannya, walaupun ia tetap merupakan orang miskin di kota. Tetapi apabila ia pulang ke desanya akan memperoleh posisi atau kedudukan yang lain atau lebih tinggi dari kedudukan yang semula ia meninggalkan desanya, atau dapat pula kebalikannya karena hartanya habis di jual untuk pergi ke kota.

7.      Interaksi sosial
Interaksi social yang terjadi sangat berbeda di daerah pedesaan dan perkotaan. Kesempatan untuk mengadakan hubungan atau kontak-kontak social di daerah perkotaan di bandingkan dengan daerah pedesaan. Sifat pekerjaan di daerah perkotaan lebih membuat orang-orang kota membutuhkan kontak-kontak social untuk setiap harinya. Alat-alat komunikasi seperti telepon, radio, surat kabar, tv dapat membuat kontak-kontak social orang-orang kota lebih banyak atau lebih sering walaupun tempat tinggal mereka terpisah cukup jauh.
Situasi di kota sangat berbeda dengan situasi pedesaan dalam hal kontak social. Kunjungan-kunjungan untuk mengadakan kontak social di pedesaan sangat terbatas, apalagi di desa-desa yang terpencil atau terisolir. Walaupun tidak banyak, warung yang buka sampai jauh malam di desa dapat membuka kontak-kontak social yang dilakukan oleh warga desa tersebut.
Ada beberapa perbedaan kualitatif antara interaksi social di pedesaan dan perkotaan, antara lain:
a)     Tempat melakukan kontak-kontak social orang-orang desa sangat terbatas di bandingkan dengan orang-orang di kota.
b)     Sejumlah kontak-kontak social yang dilakukan oleh orang-orang desa relative hanya dalam dunia yang sempit saja dan sangat kurang di bandingkan dengan orang-orang di kota.
c)      Kontak social yang dilakukan oleh orang-orang desa lebih bersifat personal sedangkan kontak social pada orang kota bersifat impersonal.
d)     Kontak-kontak social pada orang-orang desa lebih bersifat permanent dan kuat dan sebaliknya kontak social orang kota bersifat tidak tetap dengan jarak waktu yang pendek.

8.      Solidaritas social
Solidaritas social pada masyarakat pedesaan sangat berbeda dengan masyarakat perkotaan. Pada masyarakat pedesaan solidaritas social nya tercipta atas dasar hasil kesamaan dan keseragaman dari peranan-peranan atau komponen-komponen tersebut. Dalam kelompok-kelompok di pedesaan itu menurut Durkheim membentuk solidaritas mekanik (mechanical solidarity), yang bersifat wajar, spontan, bersahaja dan bersifat pribadi. Berbeda dengan di atas, terbentuknya solidaritas social dalam masyarakat kota sebagai hasil ketidaksamaan (heterogenita) dari peranan-perana tau komponen-komponen kelompok tersebut. Masyarakat kota mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dan justru itulah mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama lainnya atau interdependen. Pada kelompok ini menurut Durkheim solidaritasnya membentuk solidaritas organic dan tipenya bersifat formal dan berdasarkan hubungan-hubungan yang bersifat kontrak.

9.      Homogenitas
Dipedesaan penduduknya lebih memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti suku bangsa, bahasa, agama, adat, tata nilai, tujuan dan lain-lain. Berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang penduduknya lebih heterogen atau memiliki perbedaan dalam hal agama, suku bangsa, bahasa, adat, tata nilai, tujuan dan lain-lain. Ketidaksamaan kota berdasarkan hasil perpindahan penduduk dari desa-desa beranekaragam latar belakang suku bangsanya.

10.  Gaya hidup
Dalam gaya hidup terdapat literatur yang membedakan 3 gaya hidup yaitu gaya hidup metropolite, urbanite dan localite (ruralite) yang mencerminkan perbedaan cara hidup yang tinggal di kota-kota besar atau metropolitan, orang yang tinggal di kota-kota biasa atau kota kecil dan orang-orang yang tinggal di desa-desa.
Di Negara-negara sudah maju seperti Amerika terdapat kecendrungan ke arah gaya dan pandangan hidup yang sama antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Akan tetapi di Negara-negara yang sedang berkembang gaya hidup masyarakat pedesaan sangat berbeda dengan gaya hidup masyarakat perkotaan. Karena itu di negar yang sedang berkembang timbul perbedaan gaya hidup yyang metroplite, urbanite dan ruralite.
Di daerah pedesaan pandangan hidup orang-orang di desa masih dipengaruhi oleh kehidupan kekluargaan (extended family), tolong-menolong dan gotong-royong, yang semua ini sudah meluntur di perkotaan. Gay hidup orang-orang desa masih berorientasi kepada kesederhanaan dan apa adanya, yang sangat dipengaruhi oleh cara kehidupan pertanian yang merupakan way of life orang-orang desa. Gaya hidup orang di kota dipengaruhi oleh benda-benda modern dan cara hidup yang meterialistis sehingga orang kota lebih suka menyatakan dirinya sebagai orang modern.

11.   Prasarana dan Teknologi
Keadaan prasarana di pedesaan jauh berbeda dengan di daerah perkotaan. Prasarana di pedesaan pada umunya masih kurang sekali bahkan di desa-desa terpencil dan terisolasi prasarana atau infrastruktur boleh dikatakan buruk sekali sehingga komunikasi dengan orang-orang didesa tersebut menjadi terhambat. Prasarana lain seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, perumahan, rekreasi dan lain-lain sangat kurang. Berbeda dengan di kota dimana jalan-jalan yang sudah baik dan listrik melengkapi sarana-sarana  kota ditambah dengan berbagai macam fasilitas kesehatan, pendidikan, kesehatan, perumahan, rekreasi dan lain-lain.
Di daerah pedesaan masih banyak orang-orang desa menggunakan teknologi yang masih sederhana. Masih banyak para petani yang menggunakan pacul, bajak dengan kerbau serta teknologi-teknologi sederhana lainnya. Mesin-mesin traktor untuk pengolahan tanah dan mesin-mesin modern lainnya sangat kurang digunakan di pedesaan. Para petani masih terbatas menggunakan teknologi modern hanya pada pupuk, obat hama dan huller untuk pengolahan padi. Di daerah perkotaan tingkat teknologi jauh lebih maju dibandingkan dengan pedesaan. Alat-alat komunikasi seperti telepon, radio, tv, surat kabar, majalah dan lain-lain sudah menjadi kebiasaan orang kota dalam mempergunakannya. Dengan perkembangan teknologi modern yang sangat pesat di kota-kota mengakibatkan kehidupan di kota menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah pedesaan.

12.  Kelembagaan
Kelembagan di daerah pedesaan pada umumnya masih bersifat tradisional dan jumlahnya sedikit. Di daerah perkotaan sudah berkembang lembaga-lembaga yang modern dan bersifat kontrak. Jumlah lembaga-lembaga di perkotaan ini jauh lebih banyak dan cepat berubah untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan atau kemajuan-kemajuan masyarakatnya.
Lembaga-lembaga di daerah perkotaan ini sangat menunjang meluasnya nilai budaya kota yang berdasarkan materialisme dan individualisme. Namun lembaga-lembaga ini masih banyak yang bersifat transisi yang artinya walaupun bentuknya modern tetapi dasar hubungannya masih bersifat pribadi dan keluarga.
Menurut S. Sudarmadi ada 4 hal yang merupakan hubungan atau peranan timbal balik yang saling menunjang antara pedesaan dan perkotaan. Keempat hal tersebut adalah:
1)     Pedesaan sebagai sumber produksi pangan bagi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan, di samping itu sebagai penghasil bahan mentah untuk industri dan kerajinan di perkotaan.
2)     Pedesaan menyediakan tenaga murah dan sanggup mengerjakan pekerjaan kasar yang terlalu sedikit di punyai oleh penduduk di kota.
3)     Pedesaan memerlukan barang-barang kerajinan atau hasil jadi untuk keperluan konsumsi mereka. Dan komoditi ini sebagian besar diproduksi di perkotaan. Daerah pedesaan merupakan potensi yang besar sekali untuk pemasaran hasil industri yang kebanyakan berada di daerah perkotaan.
4)     Pedesaan memerlukan jasa-jasa dari penduduk di perkotaan terutama dalam zaman modern ini, dimana terdapat saling ketergantungan antara bangsa, komunikasi dan transportasi yang menjadikan dunia dalam satu system baik dalam perdagangan dan kerja sama kebudayaan. Kota merupakan sumber dari tenaga intelektual dan yang memiliki keterampilan yang dapat membantu pedesaan.

Sebenarnya hubungan antara desa dan kota dapat berperan timbal balik dan saling menunjang, namun dalam kenyataannya tidak selalu perana tersebut dapat berfungsi secara harmonis. Menurut Sudarmadi hubungan yang terjadi antara desa dan kota dianggap sebagai hal yang dualistik. Suatu hubungan yang kontras atau adanya perbedaan-perbedaan yang mencolok antara desa dan kota sehingga menimbulkan berbagai keganjilan struktur hubungan antara desa dan kota yang mengakibatkan desa merupakan daerah yang ketinggalan dan kurang beruntung dan kota yang jauh lebih maju.
Dualisme merupakan istilah yang digunakan pertama kali oleh seorqang sarjana bangsa Belanda bernama Boeke melihat Economic Policy of Dual Societies. Dalam tulisannya masyarakat terbagi dalam 2 kutub yang satu sama lainnya saling bertentangan yaitu seekor yang maju dan sector lainnya yang terbelakang. Masyarakat yang kehidupannya memiliki ke 2 kutub tersebut disebut oleh Boeke dengan masyarakat dualistic. Kata dualisme kemudian dipakai oleh kebanyakan ahli pembangunan seperti Adelman dan Morris dalam bukunya “Economic growth and Social Equity in Developing Countries”.
Gambaran masyarakat dualistic dapat saja timbul sebagai akibat dari adanya pembangunan. Dualistic bukan saja dilihat dari masyarakat yang tradisional di satu pihak dan daerah yang tertinggal di daerah lain. Dapat kita lihat bahwa pembangunan yang di laksanakan di Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, kelihatannya sudah banyak berhasil daslam mengubah masyarakat denga meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Akan tetapi perubahan-perubahan atau kemajuan ekonomi tersebut lebih banyak dinikmati oleh penduduk yang tinggal di kota-kota saja. Golongan penduduk yang tinggal di kota-kota besar atau metropolitan yang dilengkapi oleh kemudahan-kemudahan hidup yang modern dan lengkap serta pendapatan-pendapatannya yang relative tinggi dan perkembangan ekonominya lebih cepat. Sebaliknya golongan penduduk yang tinggal di pedesaan hidup dalam keadaan yang tidak mencukupi serta kurangnya pelayanan social dan kemudahan modern lainnya. Pelayanan kesejahteraan dan kemudahan yang modern lebih banyak di petik atau  dinikmati oleh orang-orang yang tinggal di kota-kota. Walaupun di daerah perkotaan juga diperoleh perbaikan  namun majunya masih lambat sekali. Manifestasi yang menyolok akibat dampak pembangunan ini dapat disebut sebagai keganjilan social.
Dari contoh dijelaskan bahwa sebenarnya hubungan antara pedesaan dan perkotaan boleh dikatakan sebagai hubungan yang tidak seimbang. Keadaan kota dan desa sangat berbeda. Hubungan antara kota yang diharapkan saling menunjang dan saling membantu dalam kenyataannya tidak berjalan dengan semestinya. Hubungan yang lebih mengarah kepada penghisapan lebih sering terjadi daripada kerjasama. Harga-harga yang menguntungkan para petani misalnya harga beras naik lebih di tentang oleh orang-orang kota karena dianggap tidak menguntungkan mereka. Harga-harga yang berasal dari produksi pertanian sering dibanting harganya pada waktu-waktu panen karena barang-barang pertanian lebih mudah rusak/busuk, tetapi harga yang berasal dari produksi misalnya tekstil harus dibayar dengan harga tinggi oleh para petani. Seorang petani harus membayar harga produksi industri dengan hasil penjualan dari pertanian yang jauh lebih rendah. Dibanding pembayaran tenaga kerja, di pedesaan orang membayar upah dengan upah yang jauh lebih murah daripada pembayaran di daerah perkotaan. Dengan demikian pendapatan orang-orang di desa jauh lebih rendah daripada orang-orang di kota.
Dari berbagai proses ketimpangan dalam berbagai macam hubungan tersebut menyebabkan masyarakat pedesaan merupakan golongan yang selalu terbelakang dan ketinggalan. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat pedesaan. Setiap orang yang merasa mempunyai tingkat pendidikan yang baik enggan untuk bekerja di daerah pedesaan.
REFERENSI

Bintarto, R. Prof. Drs. 1984, Urbanisasi dan Permasalahannya, cetakan 1. Ghalia Indonesia. Jakarta
Davis, Kingsley, 1977. The Role of Urbanization Development Process, Israel
Dawam rahardjo M, 1984, Transpormasi Pertanian, Industrialisasi, Cet.1. UI Press
Sajogyo, 1982, Ekologi Pedesaan. Obor Indonesia. Jakarta
Basuki Resobowo, 1993. Pegangan Kuliah Mahasiswa: Sosiologi Perkotaan. Universitas Andalas. Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar